Developer: Crystal Dynamics
Publisher: Square Enix
Engine: Modified Crystal Engine
Platform: Microsoft Windows, PlayStation 3, Xbox 360
Release Date: 5 Maret 2013
Genre: Action Adventure
Dunia game sudah membutuhkan teknologi konsol baru, dan saat ini memang belum siap, baru Nintendo Wii U saja, dan memang bisa dikatakan kurang lengkap tanpa PlayStation dan Xbox terbaru. Karena teknologi yang masih stagnan, developer pun merasa lebih baik hanya mengajukan sekuel – prekuel, atau franchise yang dikembangkan. Sebuah langkah aman, bisa jadi gamer tetap akan membelinya karena menganggap sudah pasti bagus, atau justru bosan, atau oleh gamer generasi baru dianggap ikon yang sudah usang. Lalu bagaimana mengantisipasi poin kedua, dan khususnya yang ketiga?
Beberapa tahun belakangan kita mendengar istilah reboot. Sebuah langkah baru yang lebih susah, dan lebih panjang prosesnya. Sequel dan prequel menjadi sebuah tantangan nyata, bahkan untuk seorang penulis skenario yang sudah berpengalaman, karena mereka harus bisa menyelaraskan apa yang menjadi rencana di sekuel dan prekuel dengan game yang sudah keluar sebelumnya. Remake yang paling mudah, karena tidak memerlukan team kreatif khusus, hanya perlu menata kembali apa yang sudah ada, atau dengan sedikit penambahan di sana-sini, agar membuat remake tersebut tetap worth it dibeli kembali.
Sedangkan reboot yang maknanya lebih dalam. Hal ini juga menjawab banyak kegalauan gamer yang bingung apa beda remake dengan reboot. Dalam reboot, team developer yang baru akan mengambil intisari game aslinya, apa saja unsur pembangun yang membuat seri originalnya begitu digemari, namun dibebani tugas mengajukannya dalam sebuah sampul dan isi yang baru, dengan tujuan agar cocok atau relevan dengan keadaan gamer generasi sekarang — walaupun efek buruknya, bisa membuat gamer generasi lama yang mengenal seri originalnya kecewa.
Capcom dan Ninja Theory sudah mencobanya melalui DmC: Devil May Cry, dan sukses memanen cercaan akibat desain karakter utamanya yang berubah drastis karena memang didesain agar cocok dimainkan gamer Barat, atau generasi gamer masa kini yang mungkin tidak mengenal sosok karakter utamanya Dante dalam versi jadul. Memamg ada yang pro, karena meskipun covernya ‘gak banget,’ secara gameplay DmC mengungguli seri originalnya. Akan tetapi untuk sebuah franchise yang juga menjual karakter, justru banyak yang kontra ketika team reboot merubah drastis karakter tersebut, jauh dari impresi awalnya.
Itu satu contoh, sebenarnya bicara reboot yang eksis beberapa tahun belakangan, masih ada banyak pilihannya. Golden Axe: Beast Rider, Fallout 3, Sonic the Hedgehog, Castlevania: Lords of Shadow, bahkan Street Fighter IV menjadi beberapa reboot yang eksis beberapa tahun belakangan. Namun yang resikonya setara dengan DmC: Devil May Cry kita temui dirilis hari ini, yaitu Tomb Raider. Satu yang pasti, serial Tomb Raider menjual ikon karakternya, Lara Croft yang tangguh, seksi, dan serba bisa. Lantas bagaimana jika image kemampuan tersebut tersebut dirubah 180 derajat?
Tidak bisa dipungkiri, pengaruh besar dari keputusan reboot Tomb Raider ini adalah dari serial Uncharted yang dibintangi Nathan Drake. Saat pertama kali dikenalkan, Drake dianggap sebagai Lara Croft dalam “casing” pria. Dan kini, ketika Lara Croft berubah dengan konsep seorang survivor yang baru belajar menjadi petualang baru, tidak mungkin Crystal Dynamics mencegah arus yang menganggap Lara Croft baru ini adalah seorang Nathan Drake yang baru.
Menjelaskan konsep barunya, Tomb Raider dimulai dengan fokus penyampaian cerita dan menitikberatkan pada atmosfernya, yang mendukung keadaan bagaimana seorang survivor bisa bertahan hidup. Kamu mendapatkan seorang Lara muda yang sama sekali tidak pernah bertualang, mengarungi laut pesisir Jepang dengan tujuan mencari pulau yang hilang. Kemudian kapalnya hancur karena tiba-tiba dihantam ombak dan karam di pulau Pasifik yang berbahaya, dimana suku mistik yang kanibal berdiam, dan perubahan cuaca yang ekstrem siap mengancam perjalanan Lara dengan sisa kru kapalnya.
Menjalani beberapa jam permainannya, kamu akan berpikir, apakah benar ini Tomb Raider yang kita kenal sebelumnya, yang langsung menuntutmu menggerakkan Lara untuk berakrobatik dan menggunakan pistol. Justru di sini lebih banyak kita akan mengetahui metamorfosis miss Lara, baik secara kepribadian, meningkatnya kepercayaan dirinya, hingga pada akhirnya dia bisa menjadi seorang life saver yang bisa diandalkan orang-orang di sekelilingnya. Adegan cinematic yang mengiringi tiap narasi juga sukses membuat kami merasa berada di tengah pergumulan para kru kapal yang terdampar. Namun keseluruhan karena Lara beraksi solo, kami lebih dibuat terikat dengan perkembangannya, hanya sayang jalan ceritanya mudah ditebak. Memang hanya sekitar 10 jam saja Tomb Raider ini bisa diselesaikan. Namun melihat progress miss Lara menjadi wanita tangguh yang kita kenal dari game sebelumnya, membuat kami merasa seakan sudah lama mengenalnya.
Kami juga menilai keseimbangan proporsi aktivitasmu berinteraksi dengan karakter lain, sisi eksplorasi dan juga pertarungan sudah cukup baik. Secara gameplay, meningkatnya skill Lara sebagai penjelajah makam bisa didapatkan melalui setiap aksi yang memberi reward XP – antar lain dari story progress, membunuh binatang liar, atau mengumpulkan collcetible. Dari XP itu kamu bisa mengkonvertnya ke Skill Point pada beberapa kategori, seperti memungkinkan Lara jatuh dari tempat tinggi tanpa menderita damage, meningkatkan kemampuan bertarungnya, seperti misalnya membuatnya lebih mahir menggunakan busur, atau agar dia bisa mendapatkan lebih banyak resource (yang disebut Salvage) dari binatang atau musuh yang berhasil dilumpuhkan. Kemampuan mana yang kamu buka lebih dulu berperan besar dalam lancarnya progress miss Lara ke depannya, jadi kamu perlu memilihnya dengan bijak.
Selain kemampuan fisiknya yang bisa ditingkatkan, melalui Salvage kamu bisa meng-upgrade senjata, membuatnya lebih kuat, hingga memperbesar kapasitas amunisinya. Itu dari Salvage saja. Developer juga menyebar banyak part senjata di sepanjang permainan, yang bisa digunakan untuk meng-upgrade senjata menjadi versi yang lebih kuat. Collectible tersebut tidak terlalu minimalis jumlahnya, sehingga kamu juga tidak perlu harus bingung mana yang perlu di-upgrade lebih dulu, seperti ketika harus memilih mana kemampuan fisiknya yang di-upgrade lebih dulu.
Bagaimana dengan aksi bersenjata, atau kamu lebih menyukai yang diam-diam / stealth? Kamu penyuka adegan fight jarak dekat akan menemukan aksi tersebut di sini. Melumpuhkan musuh dengan cepat melalui serangan melee, menarik perhatian mereka dan menghabisinya diam-diam, atau membidik mereka dari jarak jauh melalui busur-panah, menjadi pilihan bagimu yang lebih nyaman dengan nuansa stealth — apalagi ketika satu musuh mengetahui posisi Lara, yang lain akan langsung berdatangan memburumu.
Dan jika butuh yang lebih banyak aksinya, Lara Croft muda ini juga sudah mahir menggunakan pistol. Tentu saja kita yang menentukan ketepatan setiap peluru yang ditembakkan (menggunakan tombol trigger), dengan pencapaian headshot membuahkan reward khusus. Tidak bisa semudah itu panen XP didapatkan melalui headshot, karena feel tiap senjata dibuat beda, berat dan efek tembakannya pada Lara pun juga berbeda. Namun dari banyak senjata yang bisa dia gunakan, kami paling menyukai busur dan panahnya. Silent killer, dan ketika di-upgrade bisa menembakkan anak panah yang membara, atau bahkan menciptakan tali ziplines untuk membantu meraih lokasi yang susah terjangkau, hingga meruntuhkan platform dimana musuh berpijak.
Mendukung adegan gun fight-nya tersebut, Lara pun juga bisa bergerak lincah dengan gerakan menghindar dan melompat dari setiap obyek yang bisa digunakan sebagai lokasi berlindung / cover — yang kami kurang sreg. Lara bakal otomatis berlindung di obyek yang mungkin menjadi tempat perlindungan. Menyeimbangkan beberapa unsur tersebut, Crystal Dynamics tidak ketinggalan banyak menyisipkan puzzle yang juga menjadi ciri khas Tomb Raider — berbasis menekan tombol, tarik lever, atau yang menuntutmu mengepaskan timing. Hanya saja kami merasa keseimbangan antara eksplorasi, pertarungan dan puzzle itu bisa dinikmati di separuh permainan saja. Sisanya menjelang akhir, Lara seakan dituntut lebih banyak berhadapan langsung dengan musuh, lebih sering menarik trigger senjata apinya, dan menghasilkan ledakan hebat yang mampu sekaligus melumpuhkan banyak musuh. Kembali pada nuansa full action Tomb Raider lama?
Untuk eksplorasinya, Tomb Raider baru ini mencoba menegaskan jati diri dengan dua sistem. Pertama, ada sistem upgrade karakter dan senjata yang dalam, dan menuntut kita beraksi dengan baik untuk memburu XP. Dan kedua, ada opsi untuk sejenak menghentikan progress cerita, kembali ke area sebelumnya dan mengamati setiap jengkal lokasi eksotis yang kamu temui untuk mendapatkan collectible yang mungkin terlewat. Crystal Dynamics juga menyediakan mode multiplayer, yang penulis sendiri tidak banyak mencobanya karena memang pengalamannya berbeda dari permainan solo yang biasa kita rasakan ketika memainkan Tomb Raider selama ini. Hanya saja membandingkan single dan multiplayer-nya, terlihat jelas tekstur grafisnya yang berbeda, dan overall tidak se-smooth single playernya.
Final Verdict: 9 / 10
Survival Instinct, kami menilai itulah yang menjadi fokus utama Tomb Raider reboot ini, dan developer sukses menghadirkannya melalui metamorfosis figur Lara Croft. Memang terasa banyak pengaruh Uncharted di sini (atau Far Cry 3 jika menunjuk pada sisi eksplorasinya yang dinamis), namun tetap ciri khas Tomb Raider klasik bisa ditemukan di dalamnya. Kami bisa merasakan sisi emosional seorang Croft, jalan ceritanya begitu dramatis dan dalam, dan yang penting semua itu tidak perlu sampai membuat kami teralihkan (atau sampai terbawa mimpi) oleh ukuran bra yang terlalu mencolok. Overall game ini bukan sekadar reboot, namun lebih pas sebagai rebirth…. inilah kelahiran kembali serial action adventure konsol tertua, dan sebuah come back terbaik first lady-nya PlayStation.
Benar-benar tidak seperti Lara Croft yang kita kenal sebelumnya, bahkan lebih cocok jika disandingkan dengan Nathan Drake. Hehe. Kali ini benar-benar terlihat sisi humanisnya, saat Lara menjalani petualangan perdananya di game ini. Survival Instinct sebenarnya satu fitur yang cukup menarik, namun sayangnya hanya berguna banyak saat ingin hunting collectible saja. Untuk melanjutkan permainan, tanpa menggunakan Survival Instinct pun bukan menjadi masalah yang berarti. Secara keseluruhan, saya rasa Crystal Dynamics berhasil menyajikan sebuah game dengan story yang dramatis dan emosional, serta berhasil menampilkan transisi yang pas dari Lara yang awalnya hanya butuh bertahan hidup menjadi seorang yang hebat dalam memanggul senjata.
0 komentar:
Post a Comment